Minggu, 12 Januari 2014

Kasus Pelanggaran Hukum yang Diawali dengan Pelanggaran Etika pada Tahun 2013


Terdakwa kasus gratifikasi penetapan kuota impor sapi dan pencucian uang, Ahmad Fathanah, dijatuhi hukuman penjara 14 tahun serta denda Rp1 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (04/11).
Wartawan BBC Indonesia, Arti Ekawati, yang berada di gedung Pengadilan Tipikor melaporkan bahwa lima anggota Majelis Hakim sepakat bahwa Fathanah bersalah dalam kasus gratifikasi namun dalam tuduhan pencucian uang ada opini berbeda (dissenting opinion) dari dua hakim dalam perkara pencucian uang.
Menurut kedua hakim tersebut, kasus pencucian uang seharusnya diperiksa oleh kejaksaan dan kemudian dilimpahkan ke pengadilan tinggi, bukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lalu ke pengadilan Tipikor. Sedangkan dalam kasus Fathanah, KPK sudah menangani kasus ini dari awal.
"Menjatuhkan hukuman 14 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Apabila tidak dibayar diganti pidana 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango.
Majelis hakim mengatakan terdakwa terbukti melakukan korupsi dan bersama-sama melakukan tindak pencucian uang.
Sidang yang menurut jadwal seharusnya dimulai pada pukul 14:00 WIB diundur hingga pukul 16:40 WIB, dengan alasan menunggu kelengkapan seluruh anggota majelis.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi Klik menuntut terdakwa dijatuhi vonis 7,5 tahun dan denda Rp500 juta untuk dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi.
Sedangkan untuk dugaan tindak pidana pencucian uang, ia dituntut 10 tahun penjara serta Rp1 miliar.
Ahmad Fathanah atau juga dikenal sebagai Olong Ahmad ditangkap KPK pada 29 Januari 2013.
Sebagaimana diberitakan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor hari ini, Senin (4/11/2013), membacakan vonis dakwaan terhadap terdakwa kasus suap impor daging sapi, di Kementerian Pertanian, Ahmad Fathanah.
Sebepumnya, Jaksa Penuntut KPK menuntut kolega Mantan Presiden PKS itu dengan hukuman 17,5 tahun penjara, karena dinilai terbukti menerima uang Rp1,3 miliar dari PT Indoguna Utama untuk diberikan kepada Luthfi Hasan Ishaaq, untuk mengatur kuota impor daging sapi sebanyak 8.000 ton dengan “commitment fee” sebesar Rp5.000 per kilogram, sehingga total komisi adalah Rp40 miliar.
Pria yang kemudian diketahui dekat dengan tokoh-tokoh Partai keadilan Sejahtera ini dituduh menerima gratifikasi sebesar 1,3 miliar rupiah dari bos PT Indoguna.
Uang itu disebut akan diberikan kepada Presiden PKS saat itu, Lutfi Hasan Ishak, untuk memuluskan pengurusan penetapan kuota impor daging sapi dari Klik kementerian pertanian.
Metode suap
"Fathanah digunakan oleh pihak ketiga jadi ketika kasus terungkap ia bisa diputus hanya ke pihak broker."
Sementara itu, direktur riset dari Charta Politica, Yunarto Wijaya, mengatakan kasus Fathanah adalah contoh metode suap yang menggunakan pihak ketiga untuk mengaburkan kaitan dengan entitas politik tertentu.
Fathanah selalu menegaskan ia bukanlah simpatisan atau kader PKS.
"Fathanah digunakan oleh pihak ketiga, jadi ketika kasus terungkap dia bisa diputus hanya sampai ke pihak broker," kata Yunarto.
Namun, KPK menurutnya memiliki perangkat untuk mendeteksi pola-pola ini.
"Fathanah tak bisa berbohong karena rekaman-rekaman percakapan di telepon didapat KPK, termasuk hubungan dekatnya dengan Klik Luthfi Hasan Ishak yang banyak bicara soal bisnis," tambah Yunarto.
Penangkapan Fathanah oleh KPK pada Januari 2013 mendapat perhatian besar dari publik. Apalagi penangkapan itu disusul dengan pengumuman KPK yang menetapkan status tersangka terhadap Luthfi Hasan Ishak yang berujung pengunduran diri sang ketua partai.
Menurut Yunarto, fakta-fakta yang terungkap sepanjang persidangan memperlihatkan wajah lain PKS.
"PKS kuat memposisikan diri sebagai partai agama dengan tagline bersih dan peduli. Ini ledakan besar bagi brand image PKS, sebagai partai agama dan dalam konteks partai di hadapan critical voters karena tagline bersih dan peduli ternyata hanya slogan kosong bahkan bohong," kata dia.
Analisa :
Pada kasus diatas telah melanggar kode etik publik. Karena telah melakukan tindak pidana korupsi yaitu melakukan suap pengaturan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian. Ahmad Fathanah dinilai terbukti menerima uang Rp1,3 miliar dari PT Indoguna Utama untuk diberikan kepada Luthfi Hasan Ishaaq, untuk mengatur kuota impor daging sapi sebanyak 8.000 ton dengan “commitment fee” sebesar Rp5.000 per kilogram, sehingga total komisi adalah Rp40 miliar.

Opini :
Menurut saya pada kasus ini hukum di Indonesia harus ditegakan sebaik-baiknya karena pada kasus pelanggaran kode etik ini sangatlah merugikan banyak pihak terutama bangsa Indonesia, semoga dengan ditangkapnya orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan tugas nya ini pihak kepolisian dan KPK atau pihak-pihak terkait lainnya bisa menangkap para koruptor di Indonesia. Dalam hukuman pun harus seberat beratnya jika perlu sampai hukuman mati karena bagaimana negara ini bisa menjadi lebih baik lagi jika dalam pertumbuhannya selalu diganggu oleh para pelanggar kode etik seperti para koruptor.