Minggu, 01 Januari 2012


KISAH SEUNTAI KALUNG

 Seorang ibu ( sebut saja ibu Fatimah), suatu ketika memerlukan sejumlah uang tunai, yaitu untuk membayar biaya ujian praktik anaknya yang masih kuliah diperguruan tinggi swasta. Sementara tabungannya sudah tidak mencukupi dan kebutuhannya sudah mendesak, terpaksa ia harus merelakan kalung emas kesayangannya untuk dijual. Pada awalnya, ketika berangkat dari rumah menuju ketoko untuk menjual kalung emasnya, Ibu Fatimah sedikit merasa tenang karena terbayang kesulitan anaknya akan segera teratasi. Namun, apa yang terjadi? Kekecewaan demi kekecewaanlaah yang harus dia alami.
Pertama, ketika sampai di took tempat dulu dia membeli kalung emas tersebut, took itu tak mau menerima penjualan kembali perhiasannya karena tidak disertai surat pembelian. Padahal, Ibu Fatimah saat itu sudah lupa di mana menaruh surat kalung yang ia beli sepuluh tahun lalu itu. Dengan berbagai upaya Ibu Fatimah menyakinkan pemilik took bahwa perhiasan tersebut dibeli di toko itu, tetapi pemilik toko tetap saja tidak bersedia membelinya kembali, bahkan Ibu Fatimah disarankan untuk menjual kepada calo yang sering ada di sekitar toko. Kebingungan pun melanda Ibu Fatimah, mengapa emasnya tidah laku hanya karena tidak ada surat pembeliannya?
Kedua, ketika tidak ada pilihan lain sehingga terpaksa ia menjual kepada calo di sekitar toko. Kalung emas yang dibeli sepuluh tahun lalu itu ternyata kadarnya hanya 70% atau setara dengan 16 karat.
Padahal, ketika ia membelinya dahulu, pihak toko penjual menyatakan bahwa emasnya berkadar 22 karat. Meskipun ngotot mengatakan 22 karat, tetapi si callo pun tetap dengan keyakinannya dan menunjukkan hasil uji yang menyebutkan bahwa kalung emas Ibu Fatimah hanya 16 karat. Meskipun tidak mengerti prosedur pengujian emas, dengan sangat terpaksa Ibu Fatimah memercayai si calo itu.
Ia terpaksa menjualnya karena sang anak menunggu dirumah.

SUMBER : KEMILAU INVESTASI EMAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar